Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas
aktivitas yang seperti yang dijelaskan dalam UU berikut ini:
1.
penyerahan Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
2.
impor Barang Kena Pajak;
3.
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
4.
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
5.
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6.
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
oleh Pengusaha Kena Pajak;
7.
ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8.
ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak.
PPN dikenakan pada tiap rantai
perdagangan atau proses produksi. Jumlah pajak yang dibayarkan adalah nilai
tambah yang ditambahkan terhadap produk/jasa tersebut. Hal ini yang membedakan
dengan PPNBM Pajak Penjualan Barang Mewah. PPnBM dikenakan atas nilai jual dan
tidak dapat dikreditkan (kecuali untuk barang mewah yang dieksport maka PPnBM
dapat dikreditkan). Untuk menghindari pajak berganda maka PPnBM hanya dipungut
di perusahaan manufaktur/penghasil dan importir barang mewah tersebut.
PPN diadministrasikan dengan faktur
pajak. Pajak akan diadministrasikan setiap masa (bulan). Setiap ada penyerahan
barang / jasa kena pajak terutang PPN sering disebut pajak keluaran. Pada saat
membeli barang atau menggunakan jasa yang terutang PPN, maka pajak yang
dibayarkan menjadi pajak masukan. Selisih pajak masukan dan keluaran akan
dibayarkan oleh pengusaha kena pajak pada bulan berikutnya.
Pajak terutang pada saat:
a.
Saat penyerahan barang/jasa kena
pajak, tergantung cara penyerahannya.
b.
Dalam hal pembayaran diterima
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena
Pajak
Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya
pajak adalah pada saat pembayaran.
Pajak terutang melalui faktur Pajak.
Secara lebih detail UU mengatur bahwa faktur pajak dibuat pada saat:
1.
saat penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2.
saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3.
saat penerimaan pembayaran termin
dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
4.
saat lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5.
pada akhir masa pajak, dalam hal PKP
membuat faktur pajak gabungan.
Pembayaran pajak atas PPN terutang dilakukan harus dilakukan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Untuk penyerahan
kepada pemungut, faktur pajak dibuat pada saat tagihan diserahkan. Berdasarkan
ketentuan umum maka faktur pajak ini akan dilaporkan pada SPT masa ketika
faktur ini dibuat. Mengingat ini adalah PPN yang dibayar oleh pemungut, saat
pembayaran tidak penting dari sisi perusahaan yang melakukan penjualan kepada
pemungut.
Misalkan dalam masa Januari seorang pengusaha melakukan
pembelian 1000 dengan PPN masukan 100. Dari jumlah pembelian tersebut dijual
dengan harga 1.600 yagn terdiri dari 1000 diserahkan kepada pemungut dan 600
diserahkan kepada PKP biasa. Penyerahan kepada pemungut ditagihkan pada bulan
Januari, namun baru dibayar oleh pemungut kepada perusahaan pada bulan
Februari. PPN keluaran hanya sebesar 60 yang dari PKP biasa. Maka untuk masa
Januari tersebut. Pajak keluaran 60 dan pajak masukan 100 sehingga pajak lebih
bayar sebesar 40. Kelebihan pembayaran pajak tersebut disebabkan perusahaan
seharusnya akan membayar kurang pajak 60 (160 – 100 = 60). Namun
perusahaan sudah membayar ke kas negara karena penyerahan kepada pemungut
sebesar 100, sehingga terjadi kelebihan pembayaran 100 – 60 = 40.
Hal yang perlu diperhatikan juga dalam PPN adalah PPN
Masukan. Tidak semua PPN masukan dapat dikreditkan. Ada ketentuan khusus
terkait dengan hal ini. UU juga mengatur mengenai PPN yang ditanggung
pemerintah dengan ketentuan berikut:
1.
Pajak terutang tidak dipungut
sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk
sementara waktu maupun selamanya, PPN Masukannya dapat dikreditkan
2.
Pajak Masukan yang dibayar untuk
perolehan BarangKena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat
dikreditkan.
Perlu
mendapatkan catatan bahwa pengusaha yang menghitung penghasilannya dengan
menggunakan norma dalam menghitung PPN berlaku ketentuan khusus. PPM masukannya
sebesar 80% dari pajak keluaran.
Sumber : Martani, Dwi, Perpajakan.